Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama
- Pengadilan Agama dibentuk berdasarkan Stbl. 1882 No.152 dan 153 untuk Jawa Madura dan Stbl. 1937 No.116 dan 639 untuk Luar Jawa dan Madura dengan nama Raad Agama
- Stbl. 1937 No.638 dan 639 untuk Kalimantan
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942 tentang Undang-Undang Tentara Jepang (Osamu Saerie) tanggal 7 Maret 1942
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
- Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1946 tentang Mahkamah Islam Tinggi dan Pengadilan Agama
- Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 1957 tentang Pembentukan Peradilan Agama/Mahkamah Syari’ah untuk luar Jawa, Madura, dan Kalimantan Selatan
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Satu Atap Lembaga Peradilan
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor : 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
- Instruksi Presiden RI No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
- Keppres No. 21 Tahun 2004 tentang Pengalihan Organisasi, Administrasi dan Pinansial di Lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung.
Sejarah Pengadilan Agama Kuningan
Pada tahun 1940 di Kuningan telah berdiri kantor-kantor pemerintah diantaranya kantor penghulu landraad, yang wilayah hukumnya sama dengan daerah hukum Pengadilan Negeri. Penghulu landraad pada waktu itu ada diwilayah naungan Bupati sebagai kepala daerah dan penghasilannya mendapat prosentase dari biaya NTR.
Pada jaman pemerintah Jepang tepatnya pada bulan Maret tahun 1942, kantor penghulu landraad di sebut suryo kocin (Raad Agama) dan ketika pemerintah Republik Indonesia berdiri/merdeka pada tahun 1945 penghulu landraad berubah nama menjadi Kantor Raad Agama. Untuk memudahkan pelayanan terhadap masyarakat maka dibuat distrik/perwakilan daerah yaitu distrik Ciawigebang, distrik Luragung dan distrik Cilimus.
Pada tanggal 1 September 1951 Raad Agama berubah nama menjadi Pengadilan Agama sesuai dengan peraturan tentang Pengadilan Agama di Jawa dan Madura ( statsblaad tahun 1882 no. 152 dan statsblaad tahun 1937 No. 116 dan no. 610).
Pemuka agama/alim ulama dan masyarakat Kuningan bertanya-tanya siapa yang cakap dan mampu serta dipandang layak untuk memimpin penghulu landraad dan pemuka agama/alim ulama dan masyarakat menunjuk RD Hasan Buchori sebagai ketuanya dan paniteranya Mas Endoy Hidayat serta didampingi dua anggotanya bernama K.Hasan Ilyas dan KH.Madtohir. Pada tahun 1941 RD. Hasan Buchori wafat maka penggantinya diangkat Mas Ahmad Saleh sebagai Penghulu distrik Ciawigebang.
Sekitar tahun 1947, tentara Belanda menyerang kota Kuningan dan pemerintahan Kuningan mengungsi ke daerah yang aman, sehingga pemerintahan Kuningan termasuk landraad agama pakum. Selama landraad agama pakum lalu pada tanggal 1 September 1951 raad agama berubah nama menjadi Pengadilan Agama sesuai dengan peraturan tentang Pengadilan Agama di Jawa dan Madura ( statsblaad tahun 1882 no. 152 dan statsblaad tahun 1937 No. 116 dan No. 610). Dengan resmi SK Kementrian Agama RI menunjuk KH.Moh.Irfan sebagai ketuanya yang berkantor di sebelah utara Mesjid Agung Kabupaten Kuningan dan pada tahun1978 di bangun gedung Pengadilan Agama yang terletak di Jalan Aria Kamuning Nomor 05 Kuningan kemudian pada tanggal 4 Maret 1998 Pengadilan Agama Kuningan Kelas IB pindah ke Gedung baru di Jalan Perjuangan No.63 Ancaran – Kuningan.
Sejarah Ketua Pengadilan Agama Kuningan
2. Drs. Malik Ibrahim, SH. (1985-1995)
3. H.T. Muhsin, S.Ag. (1995-2001)
4. Drs. H. A. Najmuddin, SH., MH. (2002-2004)
5. H. Komari, SH., M.Hum. (2004-2006)
6. H. Asril Nasution, SH., M.Hum. (2006-2008)
7. Drs. H. Amar Komaruddin, SH. (2008-2011)
8. Drs. H. Muhammad Darin, S.H., M.Si. (2011-2013)
9. Drs. H. Abd. Basyir, M.Ag. (2013 - 2016)
Kebijakan Umum Peradilan
Pengadilan Agama Kuningan Kelas I A, merupakan salah satu lembaga yang melaksanakan amanat Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dalam melaksanakan tugasnya guna menegakkan hukum dan keadilan harus memenuhi harapan dari para pencari keadilan yang selalu menghendaki peradilan yang sederhana, cepat, tepat, dan biaya ringan.
Pengadilan Agama Kuningan mempunyai wilayah hukum Daerah Tingkat II Kota Kuningan terdiri dari 32 Kecamatan, 361 Desa dan 15 Kelurahan, dengan jumlah penduduk sebanyak +- 1.120.000 jiwa dengan beban kerja rata-rata tiap bulan menerima 160 perkara. Dalam melaksanakan tugasnya didukung dengan kekuatan pegawai sebanyak 30 orang dengan menempati gedung seluas 500 m2, di atas tanah sewa seluas 600 m2.
Untuk mewujudkan harapan dari para pencari keadilan tersebut, Pengadilan Agama Kuningan dalam rangka melaksanakan tugasnya terlebih dahulu harus membuat suatu perencanaan yang mantap, pelaksanaan yang tepat dan pengawasan yang ketat diikuti dengan evaluasi yang cermat.
Secara formal pelaksanaan tugas Pengadilan Agama tersebut harus dipertanggung jawabkan dalam bentuk laporan ke Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat selaku atasan.
Visi Dan Misi
Pengadilan Agama Kuningan sebagai pelaksana Visi Dan Misi dan Mahkamah Agung RI yang menjabarkan oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, yaitu:
VISI
“TERWUJUDNYA PENGADILAN AGAMA KUNINGAN YANG AGUNG”.
MISI
1. Menjaga Kemandirian Pengadilan Agama Kuningan;
Syarat utama terselenggaranya suatu proses peradilan yang objektif adalah adanya kemandirian lembaga yang menyelenggarakan peradilan, yaitu kemandirian Pengadilan Agama Kuningan sebagai sebuah lembaga (kemandirian institusional), serta kemandirian hakim dalam menjalankan fungsinya (kemandirian individual/funngsional). Kemandirian menjadi kata kunci dalam usaha melaksanakan tugas pokok dan fungsi Pengadilan Agama Kuningan secara efektif.
2. Memberikan Pelayanan Hukum yang berkeadilan kepada Pencari Keadilan;
Tugas badan peradilan adalah menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, oleh karenanya adalah sebuah keharusan bagi setaip badan peradilan khususnya Pengadilan Agama Kuningan untuk meningkatkan pelayanan publik dan memberikan jaminan proses peradilan yang adil.
3. Meningkatkan kualitas Kepemimpinan Pengadilan Agama Kuningan;
Kualitas kepemimpinan badan peradilan khususnya di Pengadilan Agama Kuningan akan menentukan kualitas dan kecepatan gerak perubahan badan peradilan. Dalam system satu atap, peran pimpinan badan peradilan --- Selain menguasai aspek teknis yudisial, diharuskan juga mampu merumuskan kebijakan-kebijakan non-teknis (Kepemimpinan dan manajerial). Dengan kata lain Pengadilan Agama Kuningan menitik-beratkan pada peningkatan kualitas kepemimpinan dengan membangun dan mengembangkan kompetensi teknis yudisial dan non-teknis yudisial (kepemimpinan dan manajerial). Terkait aspek yudisial, pimpinan pengadilan bertanggungjawab untuk menjaga adanya kesatuan hukum di pengadilan yang dipimpinnya. Untuk area non-teknis, secara operasional, pimpinan badan peradilan dibantu oleh pelaksana urusan administrasi.
4. Meningkatkan Kredibilitas dan Transparansi Pengadilan Agama Kuningan.
Kredibilitas dan transparansi Pengadilan Agama kuningan merupakan faktor penting untuk mengembalikan kepercayaan para pencari keadilan. Upaya menjaga kredibilitas akan dilakukan dengan mengefektifkan system pembinaan, pengawasan serta publikasi putusan yang dapat dipertanggung jawabkan.Selain sebagai pertangung-jawaban publik, adanya pengelolaan organisasi yang terbuka, juga akan membangun kepercayaan pengemban kepentingan, dan melalui keterbukaan informasi dan pelaporan internal, personil peradilan akan mendapatkan kejelasan mengenai jenjang karier, kesempatan mengembangkan diri dengan pendidikan dan pelatihan, serta penghargaan ataupun hukuman yang mungkin mereka dapatkan.Terlaksananya prinsip transparansi, pemberian perlakuan yang setara, secara jaminan proses yang jujur dan adil, hanya dapat dicapai dengan usaha para personil peradilan yang bekerja secara profesional dan menjaga integritasnya
Kekuasaan Pengadilan
RENSTRA
Rencana Strategis untuk pelaksanaan penanganan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Kuningan adalah :
Court Excellence
Court Excellence yang merupakan hasil dari konsorsium Internasional memperkenalkan tujuh area vital yang harus diterapkan untuk terwujudnya sebuah pengadilan yang agung (excellent court). Ketujuh area itu adalah:
1. Kepemimpinan dan Manajemen Pengadilan
Kepemimpinan yang kuat dan berkarakter dibarengi dengan manajemen peradilan yang bagus adalah kunci utama terwujudnya efektifitas dan efisiensi pelayanan.
Berkaitan dengan peran pimpinan sebagai elemen sentral keberhasilan ini, Dirjen Badilag, Wahyu Widiana, kembali mengingatkan agar para ketua PA dan PTA menjadi motivator, motor dan inspirator bagi para bawahannya.
“Leadership is the driver. Peran dan fungsi faktor-faktor lain dalam mewujudkan excellent court sangat penting, tapi peran pimpinan sebagai lokomotif diatas segalanya”, tegas Wahyu.
2. Kebijakan Pengadilan
Kepemimpinan yang kuat dan manajemen yang efektif diaktualisasikan dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang mengarah kepada evaluasi kinerja dan berusaha mengantisipasi perubahan yang terjadi serta mengakomodasi kebutuhan dan harapan masyarakat akan pelayanan yang berkeadilan.
3. Proses Penanganan Perkara
Proses penanganan perkara yang efektif dan efisien akan terwujud jika ada sinergi yang baik antara hakim dan staff pengadilan. Hakim memfokuskan diri pada proses pemeriksaan perkara sementara staff menangani aspek administrasinya.
Ketepatan Waktu dan durasi penanganan perkara harus benar-benar dimonitor. Perkara-perkara diperiksa dan diputus mengikuti Standard Operating Procedures (SOP) yang telah ditetapkan.
4. Kepercayaan Publik
Pelayanan sebuah pengadilan dianggap sukses jika ada tingkat kepuasan yang tinggi dari masyarakat pengguna jasa pengadilan.
Harus ada ukuran yang jelas mengenai kepercayaan public ini. Meski hasil survey LDF (Legal Development Facilities-AUSAID) tahun 2007 menyebut tingkat kepuasan pengguna jasa PA mencapai level 70-80 %, tetapi angka ini bisa jauh melorot jika warga Peradilan Agama tidak selalu meningkatkan kualitas pelayanannya.
5. Kepuasan Pengguna Pengadilan
Kepuasan Pengguna Jasa Pengadilan ini bekaitan erat dengan tingkat kepercayaan public diatas. Tantangan bagi sebuah pengadilan adalah bagaimana para pihak bisa merasa puas meskipun mereka harus ‘kalah’ dalam perkara yang diajukannya.
6. Sumber Daya Pengadilan
Sumber Daya Pengadilan disini termasuk Sumber Daya Manusia, Infrastruktur dan dukungan financial. SDM memegang peranan vital dalam tercapainya court excellence, terlebih jika diback-up dengan infrastruktur dan dana yang memadai.
Usaha Peningkatan SDM di kalangan Peradilan Agama ditambah dengan peningkatan anggaran yang sangat signifikan sejak diberlakukannya system satu atap dalam pembinaan Mahkamah Agung RI seharusnya factor penggerak utama bagi Peradilan Agama untuk tampil sebagai excellent courts.
“Tidak ada lagi alasan bagi Peradilan Agama untuk tidak menerapkan prinsip-prinsip Court Excellence. SDM kita memadai, dukungan infrastruktur dan financial juga kita punya, meski memang masih butuh ditingkatkan (anggarannya)”, demikian Wahyu.
7. Pelayanan Pengadilan yang Terjangkau
Pengadilan yang excellent adalah pengadilan yang terjangkau dan mudah diakses oleh siapapun yang membutuhkannya. Tidak hanya secara fisik bisa diakses tetapi juga virtually accessible (dapat diakses secara virtual).